Pekanbaru – Anggota DPRD Provinsi Riau Mardianto Manan menyoroti proyeksi pendapatan yang bersumber dari Participating Interest (PI) 10 persen migas yang dikelola oleh salah satu BUMD Pemprov Riau atas Blok Rokan tak terealisasi. Padahal target pendapatan yang sudah ditetapkan dalam APBD murni untuk PI 10 persen senilai Rp 600-800 Miliar.
“Sampai kemarin malam kami rapat di Banggar (Badan Anggaran) masih pro kontra terhadap PI ini. Proyeksi ini saya nilai masih dalam bentuk hayalan karena terbukti target pendapatan yang ditetapkan di APBD murni untuk PI yang nilainya Rp 600-800 Miliar ini sampai sekarang tidak keluar,” kata Mardianto, Kamis (7/9/2023).
Akibatnya, lanjut Mardianto, sejumlah kegiatan yang sudah masuk dalam penganggaran APBD murni harus mengalami rasionalisasi.
“Termasuk pokir saya juga dirasionalisasi. Ini yang kita sayangkan apakah proyeksi pendapatan dari PI ini bisa dilakukan? Kalau tidak, ya sudah jangan dimasukkan sumber pendapatan dari PI ini,” ujarnya.
Mardianto menantang kesanggupan Badan Pendapatan Daerah dan Dinas Energi Sumber Daya Mineral untuk mengejar proyeksi pendapatan yang sudah ditetapkan dari kepemilikan saham Pemprov Riau atas pengelolaan Blok Rokan sebesar 10 persen.
“Ini kan ada namanya APBD perubahan. Kita tantanglah Bapenda dan ESDM untuk mengejar ini. Mungkin tidak proyeksi PI ini dapat terealisasi menjelang akhir tahun,” ucapnya.
Jika tetap dipaksakan, ucap Mardianto, maka akan terjadi defisit anggaran dalam jumlah yang sangat besar sehingga berpotensi menimbulkan polemik lain.
“Bukan Silpa yang terjadi tapi defisit anggaran. Bisa tunda bayar dan lainnya, jadi begitulah gambarannya. Kalau target ini tidak terkejar,” ujarnya.
Sebagai salah satu solusinya, untuk menutupi potensi defisit anggaran tersebut maka Pemprov Riau disarankan mencari sumber pendapatan lain.