Pekanbaru – Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan dan perusahaan DPRD Provinsi Riau melakukan rapat dengan PT. Wanasari Nusantara (WSN) dan masyarakat Kelompok Petani Kecamatan Sungai Hilir, Senin (24/1/2022).
Rapat ini berlangsung di Ruang Rapat Medium DPRD Provinsi Riau, dipimpin oleh Ketua Pansus Marwan Yohanis, didampingi oleh Wakil Ketua Pansus Robin P. Hutagalung, serta Anggota Pansus Manahara Napitupulu, Mardianto Manan, Tumpal Hutabarat dan Abu Khoiri.
Turut dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau Mamun Murod, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M. Syahrir, Bupati Kuansing diwakili oleh Kepala Dinas Pertanian Kuansing Emmerson, Camat Kecamatan Singingi Hilir Risman Ali, Manajer Humas PT. WSN Nurindo Sahernidi, serta Masyarakat Kelompok Petani Kecamatan Singingi Hilir yaitu Safi’i, Maruli Tamba, Pangestuti, dan masyarakat lainnya.
Juru bicara masyarakat kelompok tani Kecamatan Sungai Hilir Safi’i, menjelaskan bahwa riwayat tanah yang sudah 28 tahun masyarakat hidup dilahan tersebut.
“Pada tahun 1996 masyarakat membuka lahan dan lebih kurang 5 tahun kami mulai menanam sawit. Tidak ada tanda-tanda bahwa itu tanah milik orang lain. Tahun 2013 awal melalui anggota DPD RI Intsiawati Ayus, tanah kami diklaim oleh PT. Wanasari Nusantara. Tahun 2015 melalui tim Pansus DPRD Riau, mereka menanyakan yang mana tanah menjadi konflik. Tahun 2018 saya membuat surat ke DLHK Riau, bahwa tanah tersebut diluar HGU. Namun kami dipidanakan dengan 4 sertifikat digugat melalui pengadilan negeri Rengat sampai Mahkamah Agung dan kami dinyatakan kalah. Selanjutnya masyarakat menggugat 204 surat tetapi dinyatakan kalah. Lalu dieksekusi lahan tersebut dengan 226 surat. Namun fakta dilapangan yang dieksekusi diluar dari 226 surat,” terangnya.
Lebih lanjut, Safi’i mengatakan kini 178 hektar sawit yang tersisa dengan lebih kurang 100 orang yang masih tinggal disana. Sebelumnya ada 500 orang. Safi’i berharap kepada Pansus DPRD Provinsi Riau agar dapat menyelesaikan permasalahan ini.
Menanggapi hal tersebut, Nurindo mengatakan semua lahan mereka berada didalam HGU 905. 102 orang sudah menyerahkan lahan melalui kepala desa dan tokoh masyakarat. Pada tanggal 14 Januari 2022 masyarakat yang memberikan lahannya sudah menandatangani.
Pangestuti menyangkal hal tersebut, ia menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa Kepala Desa meminta data kepada masyarakat jumlah lahan yang masih berdiri untuk diserahkan ke Pansus, tetapi nyatanya data tersebut diberikan oleh Kepala Desa kepada pihak perusahaan yang kemudian digunakan sebagai data bahwa masyarakat menyerahkan lahan. Tentu hal ini menjadi pertanyaan besar bagi semuanya.
Anggota Pansus DPRD Provinsi Riau Manahara Napitupulu menanyakan terkait adanya masyarakat yang ditahan.
“Kenapa ada masyarakat yang ditahan? Menuntut orang yang mempertahankan haknya. Jika dengan sukarela harusnya tidak dituntut. Pasti ada tekanan kepada masyarakat. Jangan ada eksekusi sepihak sampai semuanya tuntas,” ucapnya.
Nurindo menjawab bahwa penahanan dilakukan karena masyarakat tidak mau di ajak berdamai.
Maruli Tamba mengatakan bahwa perusahaan menekan masyarakat, bahkan dilaporkan kepada Polisi. “Namanya masyarakat pasti dikasi pak. Masyarakat memberikan karena takut. Kami tidak ada menyerahkan pak. Kemudian, kami yang tinggal disana sekitar 93 KK, sagu hati yang diberikan hanya 20 juta. Kami mohon dibantu pak”, tuturnya.
Wakil Ketua Pansus Robin P. Hutagalung menyarankan kepada pak Camat agar dapat memfasilitasi masyarakat terkait dengan pembahasan kesepakatan nilai lahan yang selayaknya diberikan oleh perusahaan.
“Nilai lahan sangat kecil, sehingga masyarakat tidak terima. Kami minta ke pak camat untuk memfasilitasi masyarakat maunya berapa dan laporkan kepada kami. Terkait HGU bersifat sosial dan tidak boleh ditutup. Jangan lakukan intimidasi kepada masyarakat,” tegasnya.
Sejalan dengan Robin, Marwan Yohanis juga menambahkan bahwa kompensasi yang dituntut adalah kepatutan oleh pihak masyarakat yang sudah lama berada disana.
“Kita berharap, adanya kesepakatan khusus. Pansus bukan memutuskan, tetapi menjadi jembatan dan akan kami buatkan surat rekomendasi. Tentu semua pihak harus dapat menerima apapun hasil rekomendasinya,” ujarnya.
Rapat diakhiri dengan penyerahan data oleh PT. Winasari Nusantara dan masyarakat kelompok petani kepada Pansus DPRD Provinsi Riau.