Pekanbaru – Anggota Komisi I DPRD Provinsi Riau Hardianto, meminta pihak terkait segera memberikan kejelasan mengenai angka defisit dalam APBD Riau.
Pasalnya, saat ini beredar dua versi angka defisit yang berbeda, yaitu Rp3,5 triliun dari Gubernur Riau dan Rp132 miliar dari Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution. Perbedaan ini membuat publik bingung dan isu defisit menjadi tidak jelas.
Hardianto menegaskan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan angka pasti defisit, sumber, dan penyebabnya.
“Tanpa data yang jelas, kita hanya akan meraba-raba mencari solusi,” ujarnya, Senin (24/3/2025).
Ia menjelaskan, saat APBD 2024 disahkan, tidak ada indikasi defisit karena pendapatan, belanja, dan penerimaan diatur agar seimbang. Namun, defisit dan tunda bayar muncul setelah ada perubahan APBD 2024.
Salah satu penyebabnya adalah tunda bayar sebesar Rp916 miliar dari tahun sebelumnya, yang menjadi beban utang pemerintah provinsi pada 2025.
Hardianto juga menyoroti tunda bayar sebesar Rp2,2 triliun yang muncul di tahun 2025. Menurutnya, tunda bayar ini kemungkinan berasal dari utang pemerintah provinsi yang harus dibayarkan pada 2025, termasuk utang penyaluran pajak hak kabupaten dan kota, serta TPP dan gaji pegawai yang belum dianggarkan untuk dua bulan terakhir tahun 2025 (November-Desember).
“Jika dihitung, tunda bayar ini kemungkinan di bawah Rp2,2 triliun, bukan di atasnya,” pungkasnya.
Hardianto berharap, dengan adanya klarifikasi ini, pemerintah provinsi dapat segera mengambil langkah tepat untuk mengatasi defisit dan tunda bayar yang terjadi.