Payakumbuh – Panitia Khusus (Pansus) Kode Etik dan Tata Beracara DPRD Provinsi Riau melakukan kunjungan observasi ke DPRD Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat, Selasa (03/08/2021).
Rombongan Pansus Kode Etik dan Tata Beracara DPRD Provinsi Riau dipimpin oleh Ketua Pansus Eddy A Mohd Yatim, didampingi oleh Wakil Ketua Pansus Syamsurizal serta anggota Pansus lainnya, yaitu Abu Khoiri, Dona Sri Utami, Farida H Saad, Manahara Napitupulu, Mira Roza, Nurzafri, Robin P Hutagalung, dan Yanti Komalasari.
Rombongan ini diterima oleh Kepala Bagian (Kabag) Hukum Persidangan DPRD Kota Payakumbuh Wengky.
Saat membuka rapat, Ketua Pansus Eddy A Mohd Yatim mengatakan bahwa DPRD Provinsi Riau mendapatkan informasi di Kota Payakumbuh sudah ada peraturan dewan terkait kode etik dan tata beracara. Sehingga Pansus DPRD Provinsi Riau ingin melakukan diskusi terkait hal tersebut.
Nurzafri bertanya apakah DPRD Kota Payakumbuh ini pernah melaksanakan kode etik dan tata beracara ini kepada anggota dewan yang bermasalah?
Kabag Hukum Persidangan DPRD Kota Payakumbuh Wengky, menjawab bahwa DPRD Kota Payakumbuh belum ada melaksanakan hal tersebut, karena pada periode sebelumnya tidak ada dewan yang bermasalah.
Kemudian, Mira Roza juga menanyakan beberapa hal.
“Dalam mekanisme pansus, kawan-kawan ingin memberikan reward dan punishment kepada anggota dengan tujuan agar anggota termotivasi secara maksimal untuk menghadiri acara alat kelengkapan dewan (AKD). Disisi lain, kami juga mengalami dilema, karena bisa jadi anggota tidak hadir karena sedang menghadiri urusan dimasyarakat, atau hal lainnya. Sehingga tidak bisa kita menyimpulkan bahwa yang bersangkutan lalai dari kewajibannya. Hal ini yang masih menjadi polemik diantara kawan-kawan. Apakah wacana ini kita lanjutkan di dalam pasal-pasal pada Ranperda ini nantinya? Jika DPRD Kota Payakumbuh pernah mengalami situasi seperti itu, bagaimana solusinya?,” ucapnya.
Lebih lanjut, Mira Roza juga bertanya terkait unsur kearifan lokal bahwa Sumatera Barat (Sumbar) ini sangat kental adat istiadatnya.
“Apakah anggota DPRD Kota Payakumbuh juga berpikir untuk memasukkan unsur kearifan lokal? Seperti kami di Provinsi Riau sudah menerapkan aturan bahwa setiap hari Jumat memakai baju melayu. Jadi kalau di Kota Payakumbuh seperti apa?,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Wengky mengatakan terkait dengan anggota yang tidak hadir, itu sangat sulit untuk ditertibkan. Hal ini bukan karena anggota tersebut malas, tetapi memang sedang ada kepentingan lain. Misalnya ada masyarakat yang dikunjungi. Bagaimana cara menghitung rewardnya, yaitu dengan cara bagaimana kita merumuskan aturan itu. Apabila yang bersangkutan melakukan sesuatu yang bermanfaat, bisa kita hitung. Kalau di DPRD Kota Payakumbuh, kami belum berani melakukan pemberian reward tersebut.
Kemudian, terkait unsur kearifan lokal Wengky menjelaskan bahwa hal itu sudah ada aturannya. Misalnya setiap HUT Kota Payakumbuh, di dalam aturannya menggunakan pakaian daerah. Tetapi sampai saat ini hal tersebut belum terlaksana.
Yanti Komalasari bertanya tindakan dari DPRD Kota Payakumbuh kepada dewan yang jarang masuk tetapi aktif di dapil.
Menjawab hal tersebut, Wengky mengatakan solusinya yaitu dengan melakukan komunikasi kepada ketua fraksinya. Kemudian ketua fraksi yang akan menegur dewan tersebut. Tapi semua itu kembali lagi kepada komitmen bersama dalam menegakkan keadilan.