Waka DPRD Riau Parisman Ihwan didampingi Anggota Komisi II DPRD Riau Menerima Audiensi dari AMMP

Pekanbaru – Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Parisman Ihwan, didampingi Anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau Soniwati dan Monang Eliezer Pasaribu, menerima audiensi dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pelalawan (AMMP), di Ruang Rapat Medium DPRD Provinsi Riau, Selasa (19/8/2025).

Dalam audiensi tersebut, AMMP menyampaikan laporan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) sekaligus tuntutan terkait penertiban kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

AMMP merujuk pada sejumlah regulasi, di antaranya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Cipta Kerja Pasal 110, Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, Permendagri Nomor 97 Tahun 2019, Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang Reforma Agraria, serta PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan dan Pendaftaran Tanah.

Mereka menegaskan bahwa masyarakat yang tinggal di kawasan terdampak TNTN masuk secara terbuka, bukan sembunyi-sembunyi ataupun dibawa cukong. Ketika pertama kali menetap, masyarakat tidak lagi menemukan hutan rimbun, melainkan hamparan akasia dan semak belukar. Desa yang terdampak antara lain Kesuma, Lubuk Kembang Bunga, Bagan Limau, Gondai, Segati, dan Air Hitam, dengan jumlah penduduk terdampak mencapai 30-35 ribu jiwa.

AMMP juga menyoroti bahwa masyarakat telah memiliki identitas kependudukan, membayar pajak, bahkan mengakses layanan perbankan dengan menjaminkan surat tanah. Infrastruktur dasar seperti jalan, rumah ibadah, dan sekolah sebagian besar dibangun secara swadaya sebelum kemudian mendapat bantuan pemerintah.

Lebih lanjut, AMMP menilai terdapat sejumlah kekeliruan dalam penetapan TNTN. Masyarakat tetap diakui dalam pemilu, menerima surat tanah dari desa, serta memiliki KTP dan KK resmi, namun kini dianggap ilegal. Mereka juga mengkritisi kinerja Kantor TNTN yang dinilai belum optimal, baik dalam penyelesaian konflik satwa maupun dalam pengawasan di lapangan.

Adapun tuntutan masyarakat terdampak TNTN yang disampaikan AMMP, yaitu menolak relokasi mandiri dan meminta tetap tinggal di lokasi saat ini, kesediaan membayar pajak untuk mendukung pendapatan daerah, dan pemerintah provinsi dan kabupaten diminta hadir langsung menyampaikan aspirasi masyarakat ke pemerintah pusat.

Sementara itu, solusi yang diajukan masyarakat, antara lain ganti rugi atas rumah, lahan, dan kebun yang telah dikelola puluhan tahun, perhatian terhadap aspek ekonomi, pendidikan, sosial, dan kriminalitas di wilayah relokasi, ganti rugi lahan sebanyak 10 hektare per kepala keluarga, tenggang waktu enam tahun untuk penyesuaian ekonomi bila relokasi dilakukan, penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di lokasi relokasi agar masyarakat terjamin dari penggusuran di masa depan, relokasi tidak dilakukan ke lahan gambut atau rawa, melainkan di wilayah mineral, relokasi harus berimbang, misalnya “sawit diganti sawit” seperti di wilayah Duta Palma, serta jaminan pendidikan bagi anak-anak sekolah dan mahasiswa agar tidak terputus.

AMMP menegaskan perjuangan ini murni untuk masyarakat kecil, bukan kepentingan cukong atau kelompok tertentu. Mereka meminta pemerintah lebih humanis dalam penyelesaian konflik serta memastikan keadilan bagi masyarakat terdampak.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau Soniwati menyatakan bahwa pihaknya akan memperjuangkan aspirasi masyarakat hingga ke DPR RI.

“Aspirasi ini akan kami perjuangkan ke DPR RI, bagaimana mempertahankan masyarakat dengan data yang benar,” ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Parisman Ihwan menambahkan bahwa AMMP perlu melengkapi data-data yang dibutuhkan agar penyampaian aspirasi lebih kuat di tingkat pusat.

“Berikan data-data yang kami butuhkan, supaya kami bisa menyurati DPR RI dan mengirimkannya ke Komisi IV,” jelasnya.

Sementara itu, Monang Eliezer Pasaribu mengingatkan pentingnya kesamaan persepsi agar tidak terjadi kesalahpahaman di tengah masyarakat.

“Pergerakan ini sudah kesekian kalinya, kita harus bisa menyamakan persepsi agar tidak ada yang disalahkan ke depan. Tolong kelola informasi yang benar di masyarakat agar tidak terjadi adu domba,” tegasnya.

Parisman menutup pertemuan dengan menegaskan bahwa kebijakan TNTN merupakan kewenangan pemerintah pusat.

“Kita hanya bisa memfasilitasi aspirasi ini, mudah-mudahan wakil rakyat kita di pemerintah pusat dapat merespon dengan baik,” tutupnya.

error: Content is protected !!
Scroll to Top