Pekanbaru – Panitia Khusus (Pansus) konflik lahan dan perusahaan DPRD Provinsi Riau kembali menggelar rapat dengan PT. Duta Palma Nusantara (DPN) mengenai permasalahan lahan bersama masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing), di Ruang Rapat Medium DPRD provinsi Riau, Senin (24/1/2022).
Rapat dipimpin oleh Ketua Pansus konflik lahan dan perusahaan Marwan Yohanis serta didampingi Wakil Ketua Pansus Robin P. Hutagalung dan Anggota Pansus lainnya yaitu, Yanti Komalasari, Abu Khoiri, Mardianto Manan, Abdul Kosim dan Manohara Napitupulu, rapat ini turut dihadiri Bupati Kuansing Suhardiman Ambi, Kepala Badan Pertanahan Nasional M. Syahrir, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau Makmun Murod, Maryanto, serta perwakilan masyarakat Daerah Kuansing lainnya.
Rapat Pansus ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui langkah yang akan direkomendasikan.
Marwan Yohanis mengatakan, konflik DPN dan masyarakat disebabkan banyak hal yang telah terjadi sejak dahulu, mulai dadi HGU hingga permasalahan kepala desa. Lebih lanjut Marwan Yohanis juga menanyakan permasalah syarat terbitnya HGU hingga bisa menjadi masalah.
“Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya konflik antara masyarakat dengan PDN ini, mulai dari mengenai HGU yang diperpanjang jauh lebih awal dari masa berakhirnya, padahal dalam kenyataannya masyarakat telah menunggu untuk perpanjangan kembali di tahun 2018 untuk memberikan aspirasinya sebelum perpanjangan ternyata tidak bisa karena susah diperpanjang sebelum waktunya, kedua diputuskan akses masyarakat ke sana dimana dengan cara dibuatnya parit gajah yang menimbulkan kembali konflik masyarakat dengan DPN, konflik menyebabkan ada yg kepala desa masuk penjara, kami dari pansus akan menggali berbagai hal itu untuk menjadi bahan rekomendasi agar konflik ini bisa ditengahi,” terangnya.
Menjelaskan permasalahan HGU, M. Syahrir menjelaskan bahwa HGU yang telah di daftarkan sebelum habis waktu, bahkan diperpanjang 10-12 sebelum habisnya HGU.
“Saya ingin menjelaskan mengenai hal itu, jadi PT. PDN sebelum mati HGU nya sudah diperpanjang, mengeluarkan surat itu sebelum waktunya, sebelum masa perpanjangan Duta Palma sudah memperpanjang 10-12 tahun sebelum masa matinya, kedua di dalam perjanjian HGU yang baru memang bukan BPN provinsi tapi itu nasional yang mengeluarkan, disana saya baca ada beberapa desa yang terlibat, legalitas dalam HGU ini faktanya 3000 hektar berada dalam PT itu, mungkinkah yang terjadi di surat tidak ada namun di faktanya ada,” ucapnya.
Sementara untuk terbitnya HGU, M. Syahrir mengungkapkan bahwa di dalam surat tertulis lokasi di Desa Cemar Kopah dan Koto Rajo, di Kecamatan Kuantan Hilir, Kuantan Tengah dengan luas 11.260 Hektar, penerbitan HGU dimulai tanggal 2 Mei 1988 ada dua HGU yang pertama HGU nomor 7 dan nomor 10, HGU nomor 7 ini berakhir di 2018.
“Lalu diperpanjang oleh kepala pimpinan pusat di tahun 2005 sebelum masanya habis, karena pada waktu itu guna menarik investor indonesia, dibuatlah aturan memperbolehkan pemegang HGU mengajukan perpanjangan HGU nya sebelum habis, sehingga mereka memperpanjang HGU no 7 dan berakhir pada tahun 2043 mendatang, untuk no 10 hanya Desa Banjar Benai, Desa Kopah, Desa Jaya Kopah, Desa Gunung Kesiangan, Desa Koto Tuo, dan Desa Koto Rajo, pada tanggal 5 juli 2005 tentang pemberian perpanjangan waktu diwajbkan melakukan perpanjangan HGU dan membayar kewajiban, namun perlu digaris bawahi setiap ada interval, seperti 25 tahun sekali, 35 tahun dilakukan peninjauan lapangan, tidak langsung otomatis saja, berarti jika diperpanjang 2018 harusnya ada risalah pengecekan kembali di 2043,” jelasnya.
Suhardiman Amby turut menceritakan bagaimana keadaan masyarakatnya dikarenakan DPN ini.
“Duta Palma Nusantara telah banyak mengambil tanah yang bukan haknya, kami hanya meminta dikembalikan kepada pemangku adat dan dikembalikan hak kami, kondisi kejahatan masa lalu mereka yang dibiarkan dan menjadi panjang, tidak jelas ke masyarakat, tidak mau ganti rugi, tidak menghargai pemerintah disaat dipanggil sering mangkir, kami mengajukan melalui DPRD Provinsi Riau melalui pansus untuk menindaklanjuti menjadi pencabutan HGU, jika tidak juga di bicarakan dan titik terang kami akan melanjutkan dengan hukum, baik itu menyiapkan pengacara, hukum dan pengadilan,” cetusnya.
Menanggapi hal itu, Yudi mengungkapkan bahwa DPN melaksanakan kegiatannya sudah sesuai dengan HGU dan persyaratan di awal berdasarkan ketentuan normatif.
“Kami sudah menjalankan sesuai ketentuan namun kondisi di tempatnya, kami akan melihatkan nanti bukti dan datanya kepada DPRD Provinsi Riau,” cerita Yudi sebagai perwakilan dari perusahaan.
Diakhir rapat, Marwan Yohanis berharap masalah ini cepat selesai dan menerima data-data untuk dipelajari secara lengkap.
“Saya berharap tidak hanya melihat dari hukum, kertas dan bukti tanda tangan, cobalah kita buka hati kita untuk melihat dri sudut pandang masyarakat disini, saya berharap bisa menerima secara lengkap data-data yang dinas, masyarakat dan DPN miliki untuk bisa kami pelajari dan kami rekomendasikan untuk semoga bisa mendapat jalan tengah,” pungkasnya.