Pekanbaru – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Riau Ade Hartati Rahmat, menanggapi terkait adanya siswa SMA di Kota Pekanbaru yang belajar secara daring akibat daya tampung sekolah yang tidak memadai.
“Dari 9 ribu itu kalau anak mampu, maka dia bisa pilih sekolah swasta. Namun kalau tidak mampu pilihannya harus bisa masuk sekolah negeri atau putus sekolah,” kata Ade, Kamis (18/1/2024).
Selain itu, kata Politisi PAN ini, pihaknya sudah dari awal mengingatkan tentang pola PPDB, apakah dengan sistem online saja atau ada penerimaan lain.
“Tapi kan Disdik ambil kebijakan ada lagi dibuka untuk menampung anak-anak afirmasi. Disepakati untuk mengakomodir anak-anak tidak mampu yang berada di wilayah sekolah. Konsekuensinya ruang kelas belajar kurang, mau dipakai perpus sudah penuh, labor sudah penuh. Maka diambillah kebijakan anak-anak diterima di sekolah tapi sistemnya online, ini kan jadi persoalan yang sebenarnya bisa diantisipasi jauh hari,” jelas Ade.
Ade menyebut, sebelumnya pihaknya telah memberi saran bagaimana Pemprov mengakomodir anak-anak tidak mampu untuk dibiayai oleh Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) full sehingga bisa sekolah di swasta.
“Pembahasan Komisi V saat rapat juga kita sudah sepakati bahwa 30 persen anak afirmasi yang tidak tertampung di negeri bisa ditampung di swasta dengan Bosda full. Artinya mereka tak lagi dipungut biaya, harapan kita anak-anak yang tidak tertampung di negeri bisa ke swasta sehingga mengurangi beban sekolah negeri,” ujarnya.
“Itu kebijakan yang sudah disusun rapi sama pak Kamsol (Kepala Disdik sebelumnya) dan kita berharap penerusnya bisa meneruskan. Anggarannya sudah tercakup di APBD 2024,” tambahnya.
Maka kedepan tidak bisa lagi PPDB dibuka dengan dua sistem. Jika sudah sistem online, harus dijalankan satu sistem saja. Jangan kemudian dibuka lagi seperti yang terjadi saat ini.
“Kita tak mau lagi kejadian seperti ini kedepan. Karena sistem Daring itu anak-anak dirugikan, wajib belajar 12 tahun itu. Anak memerlukan pendidikan karakter dan itu harus tatap muka,” tutupnya.