Pekanbaru – Komisi II DPRD Provinsi Riau meminta pemerintah segera menertibkan Pabrik Kepala Sawit (PKS) yang berada di kawasan hutan.
“Informasi ada sembilan PKS yang berada di kawasan hutan,” kata Wakil Ketua komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi, Rabu (5/7/2023).
Kata Husaimi, informasi itu sudah disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dengan pengusaha dan instansi terkait baru-baru ini di DPRD Riau. Ia juga meminta DLHK segera mendata dan menertibkan.
“Saya minta dinas DLHK Provinsi Riau untuk mendata dan menertibkannya,” ujarnya.
Kata Politisi PPP itu, di dalam UU Cipta Kerja tak ada istilah keterlanjuran PKS yang berada di kawasan hutan kecuali perkebunan. Artinya keberadaan PKS di dalam kawasan hutan ini ilegal.
“Selain itu jika PKS ini memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin Amdal patut dicurigai proses mendapatkannya tidak sesuai prosedur, kita minta juga untuk mengusutnya,” terang Husaimi.
Sebelumnya, Komisi II DPRD Provinsi Riau telah memanggil pengusaha PKS yang tidak memiliki kebun. Dari ratusan PKS, ada yang beroperasi di kawasan hutan.
Husaimi Hamidi menegaskan, pabrik dan perkebunan yang berada di kawasan hutan, tetap ditertibkan. Karena pengelolaan usaha di dalam kawasan hutan sudah melanggar undang-undang.
“Saat ini, kabarnya ada 9 PKS yang berada di dalam kawasan. Maka PKS ini harus dibongkar,” tegas Husaimi.
Lanjut dia, jika perkebunan dalam kawasan, masih ada toleransi satu kali masa. Artinya, ketika sawit sudah direplanting, maka tidak boleh ditanami lagi.
“Dan lahannya harus diserahkan ke negara untuk dijadikan kawasan hutan,” kata Husaimi.
Husaimi Hamidi mengatakan, ada 137 PKS beroperasi di Provinsi Riau yang tidak punya kebun. PKS yang datang saat pertemuan kemarin hampir 80 persen.
“Kita lakukan hearing itu bagaimana kita menyikapi harga TBS yang merosot. Sementara PKS itu berada di tengah masyarakat, tapi tidak bisa menikmati harga yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan,” tutup Husaimi.