Pekanbaru – Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan beberapa mitra kerja, di Ruang Rapat Komisi II DPRD Provinsi Riau,Kamis (17/06/2021).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi II Robin P. Hutagalung, didampingi anggota komisi II lainnya, yakitu Sugianto, Yanti Komala Sari dan Sewitri. Turut hadir dalam rapat ini Masyarakat Hukum Adat Desa Pantai Raja, Direksi PT. Perkebunan Nusantara V (PTPN V) dan BPN Provinsi Riau.
Perwakilan masyarakat hukum adat menjelaskan masalah yang terjadi, yakni pohon karet masyarakat secara tiba-tiba potong habis tanpa mendapatkan ganti rugi.
“Siang di tengok masih ada malam sudah rata dengan tanah.Kami di laporkan ke Polda Riau terhadap lahan kami,bahkan menggugat perwakilan masyarakat dengan dalil melindungi aset negara. Apa kami bukan warga negara Indonesia, digugat tuntutan Rp15 miliyar, kami bukan mafia tanah tidak sejengkalpun kami menginginkan hak negara, sementara kami hanya menuntut apa yang telah diakui. Kami berharap dengan duduk bersama bisa berbicara dari hati jangan tunjukkan arogansi jelas kami akan kalah,” terangnya.
Diakui perwakilan masyarakat hukum adat bahwa mereka sudah menandatangani kesepakatan antara Masyarakat Desa Pantai Raja dengan Direksi PTPN V untuk memberikan penggantian sebesar Rp100.000.000, namun hingga saat ini belum mendapatkan ganti rugi tersebut.
“Hingga saat ini kami tidak mendapatkan apapun malah yang kami dapatkan surat panggilan dari krimsus dikarenakan menduduki lahan tanpa izin. Yang kami inginkan sederhana saja kembalikan hak kami,” ujarnya lagi.
Menanggapi hal tersebut, Robin P. Hutagalung menjelaskan bahwa tugas utama Komisi II adalah memfasilitasi untuk menemukan titik terang.
“Dengan harapan kiranya ada hal terbaik yang lebih maju lagi dari yang sekarang. Oleh karna itu kami memberikan waktu kepada Direksi PTPN V untuk menanggapinya,” ungkap Robin.
Direksi PTPN V menjelaskan, perusahaan hanya bertugas menjaga aset negara, sehingga ada hukum yang berlaku dalam melaksanakan hal tersebut.
“Kami harus hati-hati, sehingga kalau minta bicara dari hati ke hati maka akan percuma. Proses penyertaan masyarakat sudah di lakukan sesuai ketentuan. Kemudian itikad baik yang kami lakukan dengan mengajukan ke pengadilan Bangkinang. Meskipun HGU sudah final kami tetap memberikan keputusan yang terbaik untuk mengakhiri polemik ini. Kalau pengadilan mengatakan HGU kami cacat, kami akan mengikuti apapun indikasinya kami jalani. kami gak bisa bergerak diluar aturan koridor. Kami PTPN V bagaimana pun juga ini negara hukum mari ikuti supaya jelas apakah HGU kami yang cacat,” ulas Direksi PTPN V.
Sementara itu, BPN Provinsi Riau mengungkapkan jika permasalahan ini pernah di bahas sebelumnya karna pengaduannya sudah sampai ke kementrian. Namun sesuai dengan kewenangan, Dinas Perkebunan sudah menyatakan jika izin dikeluarkan Gubernur Provinsi Riau pada waktu itu.
“Masyarakat dilaporkan PTPN V karna terhentinya aktifitas sehingga mengakibatkan kerugian finansial sehingga menghambat penyetoran pajak pada negara,” paparnya.
Manahara Napitupulu menambahkan, Jika berpedoman pada berita acara yang ada maka terdapat kesalahan dalam implementasi pada masa lalu, dimana ketika mendapat izin lokasi pada pemerintah daerah si pemohon sendiri tanpa di ikuti pejabat pemerintah.
“Makanya terjadi benturan di lapangan. Kami harapkan di kaji disini sesuai berita acaranya,” tutupnya.
Rapat akan kembali dilakukan pada 24 Juni mendatang dengan menghadirkan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar serta Dinas Kehutanan Provinsi Riau.