Pekanbaru – Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar rapat koperasi, di Ruang Rapat Medium DPRD Provinsi Riau, Rabu (8/10/2025).
Rapat ini membahas tindak lanjut atas informasi hibah lahan eks PTPN kepada masyarakat Desa Senama Nenek, yang menimbulkan persoalan terkait pola pengelolaan lahan dan status legalitas dua koperasi yang sama-sama mengklaim wilayah tersebut, yakni Koperasi KNES dan Koperasi Koposan.
Perwakilan PTPN IV menjelaskan bahwa seluas 2.800 hektare lahan telah dikembalikan kepada masyarakat melalui program TORA, dan telah diterbitkan sertifikat hak milik (SHM). Pengelolaan lahan dilakukan melalui kerja sama kemitraan selama lima tahun (berakhir 2024) antara masyarakat dan Koperasi KNES. Namun hingga kini belum ada keputusan lanjutan mengenai perpanjangan kemitraan tersebut.
Pihak PTPN juga menyampaikan bahwa selama periode kemitraan mereka mengalami kerugian dalam aspek pengelolaan kebun, sehingga belum memutuskan untuk melanjutkan kerja sama dengan KNES.
Sementara itu, Kepala Dinas Koperasi Provinsi Riau menegaskan bahwa kedua koperasi, KNES dan Koposan, memiliki legalitas yang sah. KNES merupakan koperasi tingkat kabupaten, sedangkan Koposan adalah koperasi primer nasional di bawah Kementerian Koperasi.
Kadis Koperasi Kampar menambahkan bahwa sejumlah anggota KNES telah mengundurkan diri akibat persoalan transparansi pengelolaan dan menurunnya kepercayaan terhadap pengurus. Sebagian dari mereka kemudian membentuk koperasi baru, yaitu Koposan, yang kini juga mengklaim hak atas lahan yang sebelumnya dikelola KNES.
Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Riau Androy Aderianda menegaskan bahwa DPRD akan berperan sebagai mediator untuk mencari solusi terbaik bagi masyarakat.
“Kami ingin mendengar langsung dari kedua belah pihak. Jika persoalan ini tidak selesai di tingkat DPRD, maka akan kami bawa ke Kementerian Koperasi. Harapannya adalah solusi yang adil dan berpihak kepada masyarakat Kampar,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Hardi Chandra juga menekankan pentingnya transparansi pengelolaan keuangan dan lahan. Menurutnya, konflik serupa kerap terjadi karena kurangnya kejelasan dalam pembagian hasil dan tata kelola keuangan di tubuh koperasi.
Sementara itu, Raja Jaya Dinata menyoroti aspek keabsahan SK pelepasan lahan dan pembentukan koperasi, yang dinilainya perlu diklarifikasi secara hukum ke kementerian terkait.
Rapat ditutup dengan komitmen Komisi II DPRD Provinsi Riau untuk menindaklanjuti persoalan ini secara menyeluruh, termasuk kemungkinan konsultasi dengan Kementerian Koperasi dan pihak Kejaksaan, demi tercapainya solusi yang adil serta menghindari konflik berkepanjangan di masyarakat.
Untuk diketahui, rapat ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi II DPRD Riau Androy Aderianda, didampingi Wakil Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Hardi Chandra, serta dihadiri Anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau, yakni Raja Jaya Dinata, Monang Eliezer Pasaribu, dan Ginda Burnama.
Turut hadir Kepala Dinas Perindagkop UKM Provinsi Riau M. Taufik OH, Kadis Perindagkop Kabupaten Kampar Dendi Z, perwakilan Dinas Perkebunan Provinsi Riau Riko Hernorizal, Perwakilan PTPN IV Regional III, Camat Tapung Hulu Nuryadi, serta jajaran Koperasi KNES dan pihak terkait lainnya.
