Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar rapat kerja bersama PT Surya Bratasena Plantations

Pekanbaru – Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar rapat kerja bersama PT Surya Bratasena Plantations (SBP), Forum Aktivis Lingkaran Pemuda Tempatan (F-ALPT), serta sejumlah perwakilan instansi dan tokoh masyarakat untuk membahas persoalan konflik agraria dan Hak Guna Usaha (HGU) di beberapa desa di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, di Ruang Rapat Komisi II DPRD Provinsi Riau, Senin (6/10/2025).

Ketua Forum Aktivis, Jaka Saputra, bersama perwakilan masyarakat dari Desa Batang Kulim, Sorek I, Sorek II, dan Dundangan menyampaikan sejumlah tuntutan terkait dugaan pengelolaan lahan di luar wilayah HGU oleh PT Surya Bratasena. Mereka mempertanyakan legalitas penguasaan lahan seluas 844 hektare yang disebut berada di luar HGU perusahaan namun telah dikelola sejak tahun 1990-an hingga 2014.

Masyarakat juga menilai penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan tersebut cacat administrasi karena hanya didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Desa tanpa tanda tangan batas wilayah, serta ditandatangani oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa.

Selain itu, masyarakat meminta BPN untuk meninjau kembali proses perpanjangan HGU PT Surya Bratasena seluas 3.200 hektare yang akan berakhir pada 31 Desember 2024. Mereka menilai masih banyak persoalan yang belum diselesaikan, termasuk klaim ganti rugi tanaman dan lahan yang belum diterima warga.

Perwakilan PT Surya Bratasena, Chandra, menjelaskan bahwa perusahaan memiliki dua unit HGU, yaitu HGU seluas 3.200 hektare yang akan habis masa berlakunya pada 2024 dan sedang dalam proses perpanjangan, serta HGU kedua seluas 5.900 hektare yang berlaku hingga tahun 2030.

Menurut Chandra, lahan yang dipersoalkan masyarakat seluas 844 hektare merupakan bagian dari pengembangan HGU 3.200 hektare, namun hanya sekitar 2.300 hektare yang dibangun sebelum munculnya protes masyarakat. Sisanya dikembalikan kepada masyarakat, termasuk warga dari empat desa terkait.

Terkait ganti rugi, perusahaan menyatakan telah menyerahkan dana sebesar Rp2 miliar pada tahun 2014 kepada tokoh adat (batin), serta tambahan kompensasi Rp200 juta masing-masing untuk Desa Batang Kulim, Sorek I, dan Sorek II. Perusahaan menegaskan bahwa mekanisme pembagian dana tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab tokoh adat penerima dana.

Komisi II DPRD Provinsi Riau menekankan perlunya kejelasan status lahan di luar HGU, serta mendorong transparansi data penerima manfaat dari proses pelepasan lahan dan kompensasi. DPRD juga meminta verifikasi dokumen pelepasan hak ulayat dan data penerima dana ganti rugi dilakukan secara terbuka.

Sementara itu, perwakilan BPN Pelalawan menyampaikan bahwa proses perpanjangan HGU PT Surya Bratasena saat ini sudah berada di tingkat Kementerian ATR/BPN, dan dinyatakan “clear and clean” berdasarkan hasil survei lapangan.

Komisi II DPRD Provinsi Riau menyimpulkan bahwa hasil rapat kerja ini akan menjadi dasar untuk menyusun rekomendasi resmi yang mencerminkan kepentingan masyarakat serta memberikan kepastian hukum atas kepemilikan dan pengelolaan lahan di wilayah tersebut.

Untuk diketahui, rapat ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Riau Androy Aderianda, didampingi anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau, yakni Soniwati, Ginda Burnama, dan Monang Eliezer Pasaribu.

Turut hadir Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Riau Abdullah, serta Plt. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Riko Hernorizal, perwakilan Dinas Perkebunan Kabupaten Pelalawan, BPN Pelalawan, Ketua F-ALPT Jaka Saputra, Camat Pangkalan Kuras, Kepala Desa Batang Kulim, Lurah Sorek I, dan Kepala Desa Sorek II.

error: Content is protected !!
Scroll to Top