Banggar DPRD Riau Melakukan Kunker ke Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri

Jakarta – Ketua DPRD Provinsi Riau, Kaderismanto, bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Provinsi Riau melakukan kunjungan kerja ke Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Jumat (19/9/2025).

Hadir mendampingi Ketua DPRD, antara lain Nur Azmi Hasyim, Jons Ade Nopendra, Suyadi, Ayat Cahyadi, Khairul Umam, Munawar Syahputra, Ikbal Sayuti, Hasby Assodiqi, serta Plt Sekretaris DPRD Provinsi Riau Marto Saputra. Rombongan DPRD Provinsi Riau diterima oleh Kasi Wilayah IV B, Shalia Allamah Joya, di ruang rapat Dirjen Bina Keuangan Daerah.

Dalam pertemuan tersebut, Suyadi menyoroti persoalan pembahasan APBD Perubahan (APBDP) Riau, terutama terkait mekanisme agar kegiatan dapat masuk dalam APBDP. Menanggapi hal itu, Shalia menjelaskan bahwa sistem SIPD masih dalam tahap penyesuaian, sehingga PPKAD Riau mengalami kesulitan dalam menginput data. Ia menambahkan bahwa akan ada pertemuan lanjutan pada Selasa mendatang untuk membahas masalah ini.

Khairul Umam mempertanyakan efisiensi pengalokasian APBDP, khususnya terkait tunda bayar di tengah tren penurunan pendapatan daerah. Sementara itu, Ayat Cahyadi menanyakan kewenangan DPRD dalam menyetujui pergeseran anggaran. Menurut penjelasan Shalia, mekanisme pemberitahuan resmi kepada DPRD sejauh ini memang belum tersedia.

Munawar Syahputra menilai pergeseran anggaran masih dilakukan tanpa urgensi yang jelas, sementara mandatory spending sudah mencapai 30 persen. Shalia menegaskan bahwa pergeseran harus mengacu pada Surat Edaran, memperhatikan urgensi, serta mendapat pengesahan kepala daerah.

Ketua DPRD Provinsi Riau, Kaderismanto, menyoroti seringnya terjadi pergeseran anggaran. Ia menilai pada 2024 pergeseran dilakukan hingga empat kali, dan pada 2025 sudah lima kali. Kondisi ini, menurutnya, mencerminkan perencanaan daerah yang kurang matang dan berdampak pada menurunnya fungsi pengawasan DPRD.

“Persoalan tunda bayar menghambat kewajiban pemerintah kepada masyarakat, sementara Bapenda tidak sanggup memenuhi target,” tegasnya.

Shalia menanggapi bahwa pergeseran semestinya hanya untuk kegiatan mendesak. Ia juga menyinggung perlunya evaluasi terhadap Bapenda, bahkan jika perlu dilakukan rotasi jabatan.

Sementara itu, Edi Basri menilai pergeseran anggaran di Riau sudah ibarat “aliran sungai yang tidak terkendali.” Ia mengkritik lemahnya pengawasan DPRD, termasuk terhadap kinerja BUMD. Dari enam BUMD di Riau, hanya satu yang sehat. Ia juga menyoroti tingginya gaji ASN dan TPP yang tiga kali lebih besar dari target pendapatan.

Menanggapi hal itu, Shalia menyampaikan bahwa masalah BUMD dapat ditindaklanjuti melalui pemanggilan, kewenangan penggajian ASN berada di kepala daerah, dengan TPP terkunci sebesar 30 persen. Kemudian soal tunda bayar, pemerintah daerah wajib menyelesaikannya, meski dilakukan bertahap sesuai kemampuan keuangan.

Pertemuan ini menjadi momentum penting bagi DPRD Provinsi Riau untuk memperkuat koordinasi dengan Kemendagri terkait penyusunan dan pengelolaan anggaran agar lebih efisien, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.

error: Content is protected !!
Scroll to Top