Massa dari Koalisi Rakyat Riau Gelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Gedung DPRD Provinsi Riau

Pekanbaru – Massa dari Koalisi Rakyat Riau menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Provinsi Riau, Kamis sore (20/2/2025).

Aksi bertajuk “Indonesia Gelap” ini mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan efisiensi anggaran yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.

Mereka mendesak DPRD Provinsi Riau segera menindaklanjuti 11 poin tuntutan dalam waktu dua minggu. Aksi ini menyoroti kebijakan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025, yang memotong anggaran negara hingga Rp306,69 triliun. Pemotongan terbesar berasal dari anggaran kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun serta pengurangan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 triliun.

Koordinator lapangan aksi Abdul Rahim Maulana, menyatakan bahwa kebijakan ini merugikan masyarakat, terutama dalam sektor pendidikan dan kesehatan.

“Pemerintah seolah mengabaikan dampak pemotongan anggaran ini terhadap pelayanan publik di daerah. Pendidikan dan kesehatan bisa terdampak langsung,” tegasnya.

Staf Humas DPRD Provinsi Riau Lerry Nardo Wijaya, menemui massa dan menyampaikan bahwa aspirasi mereka akan diteruskan kepada Pimpinan DPRD Provinsi Riau. Ia menjelaskan bahwa saat ini seluruh anggota DPRD Provinsi Riau sedang tidak berada di tempat dikarenakan sedang melaksanakan kegiatan kedewanan.

Massa aksi menyampaikan sejumlah tuntutan utama. Pertama, memastikan pemotongan anggaran tidak merugikan sektor vital. Kedua, menjaga kualitas pendidikan dan layanan kesehatan. Ketiga, menerapkan sanksi bagi instansi yang tidak mematuhi kebijakan efisiensi. Keempat, mengantisipasi dampak pemotongan anggaran terhadap pertumbuhan ekonomi lokal.

Selain menyoroti pemotongan anggaran, massa juga menuntut perlindungan masyarakat adat dan hak pendidikan. Putri Azzahrah, perwakilan perempuan dari Koalisi Rakyat Riau, mengecam proyek strategis nasional (PSN) yang menggusur masyarakat adat.

“Cabut Proyek Sengsara Nasional yang menyengsarakan rakyat!,” tegasnya.

Ia juga mendesak pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang sudah 14 tahun belum disahkan, meskipun telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali sejak 2014.

Dalam sektor pendidikan, massa menyoroti keterlambatan pencairan 6.000 beasiswa, yang mengancam hak pendidikan mahasiswa.

Ketua Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis) Riau Khariq Anhar, menyayangkan dampak pemotongan anggaran terhadap pendidikan.

“Efisiensi anggaran seharusnya tidak menyasar pendidikan. Ini ironis dan sangat disayangkan,” ujarnya.

Aksi berlangsung dan demonstran berharap tuntutan mereka segera ditindaklanjuti sebelum dampak pemotongan anggaran semakin meluas.

error: Content is protected !!
Scroll to Top