Pekanbaru – DPRD Provinsi Riau menyoroti terkait keberadaan payung elektrik di Masjid Agung An-Nur Kota Pekanbaru. Nilai pengadaan yang sangat besar, dianggap sebagai angka yang fantastis namun ternyata payung tidak tahan dengan kondisi cuaca di Ibukota Provinsi Riau.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Riau Mardianto Manan menyebut, jika dibandingkan dengan pengadaan di tempat lain, harusnya angkanya bisa lebih murah. Selain itu, kualitas payung elektrik pasca rusak diterpa angin kencang, menjadi pertanyaan.
“Harus ada audit independen untuk memeriksa pengadaan payung elektrik ini. Jangan sampai, dana yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kualitas yang diberikan,” kata Mardianto pada Kamis (27/4/2023).
Mardianto berharap, dengan proses audit dan pemeriksaan yang selektif, payung elektrik yang nantinya menjadi fasilitas di komplek Masjid Agung An-Nur, memiliki berkualitas baik, dan dapat bertahan untuk waktu yang lama.
Mardianto, melalui Fraksi PAN DPRD Provinsi Riau juga menyoroti beberapa proyek dalam rapat paripurna Penyampaian Laporan Hasil Kerja Pansus terhadap LKPJ Tahun 2022 sekaligus Persetujuan Rekomendasi Dewan dan Sambutan Kepala Daerah, beberapa waktu lalu, termasuk Payung elektrik.
Mardianto Manan menyoroti sejumlah proyek Pemerintah Provinsi Riau tahun anggaran 2022 yang tidak selesai tepat waktu. Ia tak menemukan hal ini sebagai catatan Panitia Khusus (Pansus) Laporan Kerja Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Provinsi Riau tahun 2022 yang dibacakan di sidang Paripurna.
“Tidak ada saya lihat laporan keterlambatan proyek tahun lalu. Padahal kan ini basis kinerja juga,” tutur Mardianto.
Mardianto menyoroti sejumlah proyek strategis Pemprov, seperti payung elektrik di Masjid Agung Annur Provinsi Riau, Quran Center, hingga Riau Creative Hub yang tak selesai. Kata dia, tender yang sudah dilakukan, kontrak kerja sudah dibuat, lokasi dan masa kerjanya sudah ditentukan.
“Logikanya harus dikerjakan tepat waktu. Apabila ia terlambat satu hari saja, didenda,” tegasnya.
Ia mengatakan, proyek yang tertunda berulang kali penyelesaiannya ini menunjukkan ketidakbecusan yang dilakukan. Ia mengatakan perlu evaluasi di beragam tingkatan, mulai dari pengadaan barang dan jasa di Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), implementasi pengerjaan, atau pengawasan tidak berjalan.
Mardianto juga meminta kepada Pemprov, untuk tahun 2023 yang sudah masuk April, agar tender dipercepat. Sebab, salah satu alasan keterlambatan itu dikarenakan kontraknya lambat.
“Ini alasan klasik, makanya sekarang kita dipercepat. Lakukan pengadaan dengan independen, dengan kajian yang mumpuni,” kata Mardianto.
Ia juga mengkritisi Organisasi Penyelenggaraan Daerah (OPD) yang terlibat karena permasalahan ini berulang. Seharusnya ada mekanisme pembenahan dari dalam, sehingga tak terulang hal yang sama.
“Itu seharusnya dikaji di dalam, kalau dari sudut pandang saya orang luar, saya katakan tidak profesional itu. Kalau memang merasa profesional, bantah ucapan saya ini,” tegasnya.