Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah pihak terkait guna membahas persoalan eksistensi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan pengelolaan lahan perkebunan sawit oleh masyarakat di Desa Senama Nenek, Kabupaten Kampar

Pekanbaru – Komisi II DPRD Provinsi Riau menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah pihak terkait guna membahas persoalan eksistensi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan pengelolaan lahan perkebunan sawit oleh masyarakat di Desa Senama Nenek, Kabupaten Kampar, di Ruang Rapat Medium DPRD Provinsi Riau, Rabu (1/10/2025).

Isu utama yang dibahas adalah konflik pengelolaan lahan TORA antara dua koperasi, yakni Koperasi Koposan dan Koperasi Keness. Keduanya mengklaim memiliki legalitas atas lahan eks HGU PTPN V seluas sekitar 2.800 hektare yang telah diretribusikan kepada masyarakat melalui SK Bupati Kampar tahun 2020.

Androy Aderianda menyampaikan bahwa DPRD Provinsi Riau menerima laporan terkait dugaan pengelolaan lahan yang tidak transparan serta konflik internal di Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES), yang berujung pada terbentuknya Koperasi Koposan. Ia menegaskan perlunya verifikasi ulang terhadap legalitas dan keanggotaan koperasi.

“Kami meminta agar kedua koperasi diverifikasi legalitasnya. Siapa ketua, siapa anggotanya, dan bagaimana status kepemilikan lahan mereka. Kami tidak ingin konflik ini berujung pada pertumpahan darah,” tegas Androy.

Perwakilan BPN Kampar menjelaskan bahwa pada 2019 telah diterbitkan 1.385 sertifikat hak milik (SHM) atas nama masyarakat dari hasil redistribusi lahan TORA. Sertifikat tersebut bersifat hak milik penuh dan hanya dapat dialihkan dengan izin Kepala Kantor Pertanahan. BPN menegaskan, tanah TORA tidak boleh diperjualbelikan tanpa izin resmi.

Sementara itu, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau menuturkan bahwa Koperasi Koposan merupakan koperasi baru yang telah mendapatkan pembinaan serta pengakuan dari Kementerian Koperasi dan UKM RI. Namun, kewenangan terkait konflik lahan berada pada instansi pertanahan dan perkebunan.

Kabid Koperasi Kabupaten Kampar menambahkan bahwa pihaknya telah berupaya melakukan mediasi, namun persoalan ini sudah masuk ranah lintas instansi. Dinas hanya dapat melakukan pembinaan dalam aspek kelembagaan koperasi.

Kepala Dinas Perkebunan Kampar juga menjelaskan bahwa kerja sama antara Koperasi Keness dan PTPN V dalam pengelolaan kebun sawit telah berakhir pada Desember 2024. Meski demikian, SK Bupati Kampar terkait distribusi lahan tetap berlaku untuk masyarakat penerima.

Komisi II DPRD Provinsi Riau menilai perlu dilakukan audit agar lahan masyarakat tidak dikuasai oleh pihak tertentu tanpa kejelasan hasil dan distribusinya. Dalam rapat tersebut, DPRD merekomendasikan verifikasi legalitas dan keanggotaan koperasi oleh Dinas Koperasi dan BPN, audit pengelolaan serta distribusi hasil kebun sawit selama kerja sama berlangsung, serta penegasan status kepemilikan lahan TORA sesuai sertifikat hak milik yang telah diterbitkan. Selain itu, DPRD juga meminta agar Koperasi KNES yang tidak hadir pada RDP kali ini segera dipanggil dalam pertemuan lanjutan.

Untuk diketahui, rapat ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Riau Androy Aderianda, didampingi anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau, yakni Evi Juliana, Siti Aisyah, Raja Jaya Dinata, Monang Eliezer Pasaribu, Ginda Burnama, dan M. Hasby Assodiqi.

Hadir dalam rapat ini, perwakilan Koperasi Produsen Pusako Senama Nenek (Koposan), Dinas Koperasi Kabupaten Kampar dan Provinsi Riau, Dinas Perkebunan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar, serta Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau.

error: Content is protected !!
Scroll to Top