Duri – Untuk menggali informasi dan solusi terkait permasalahan status jalan poros eks PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) di Provinsi Riau, Komisi I DPRD Provinsi Riau melakukan kunjungan insidentil ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), Selasa (22/7/2025).
Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Riau Nur Azmi Hasyim, didampingi Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Riau Ali Rahmad Harahap, Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi Riau M. Amal Fathullah, serta Anggota Komisi I DPRD Provinsi Riau, yaitu Ayat Cahyadi, Sunaryo, Hardianto, dan Sumardany Zirnata.
Rombongan Komisi I DPRD Provinsi Riau diterima oleh Operation Head Production & Operation Zona Rokan, I Gede Putu Ambara Guna, dan Head Public Relation PHR, Hardianto, di Ruang Rapat Widuri Club, Komplek Widuri Camp, Duri, Kabupaten Bengkalis.
Dalam pertemuan tersebut, Nur Azmi menyampaikan bahwa Komisi I terus menaruh perhatian terhadap status lahan 100 meter kiri dan kanan jalan poros eks PT CPI yang membentang dari Pekanbaru ke Dumai. Jalan sepanjang 180 kilometer itu dibangun pada 1957 oleh PT CPI untuk keperluan operasional dan kini telah berkembang menjadi bagian dari Jalan Lintas Sumatera.
“Permasalahan muncul ketika pembangunan jalan tol Pekanbaru–Dumai menyentuh area tersebut, yang oleh DJKN dinyatakan sebagai milik negara dalam penguasaan SKK Migas. Akibatnya, sekitar dua ribu sertifikat tanah milik warga dinyatakan tidak berlaku sehingga mereka tidak mendapat ganti rugi secara layak,” ujar Nur Azmi.
Ia menambahkan, Komisi I telah melakukan kunjungan ke sejumlah daerah terdampak seperti Siak, Bengkalis, Dumai, dan Rokan Hilir. Komisi berharap persoalan ini dapat menemukan titik terang pada periode 2024-2029, agar dapat memberi kepastian kepada masyarakat.
Menanggapi hal itu, pihak PHR menjelaskan bahwa status jalan poros tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian ESDM dan SKK Migas. Berdasarkan SK 557 Tahun 2021 dari Kementerian ESDM, jalan poros Pekanbaru-Dumai masuk dalam daftar Barang Milik Negara (BMN) yang pengelolaannya diserahkuasakan kepada PHR.
“PHR adalah kontraktor kuasa pengguna. Kuasa pengguna adalah SKK Migas, di atasnya ada Kementerian ESDM sebagai pengguna, dan Kementerian Keuangan sebagai pengelola. Kami siap menerima dan menjalankan arahan dari SKK Migas atau Kementerian,” jelas I Gede Putu Ambara Guna.
Sementara itu, Hardianto dari PHR menyampaikan empatinya terhadap masyarakat terdampak dan menegaskan bahwa saat ini PHR fokus menjaga keamanan zona migas, seperti wilayah sembilan meter dari jalur pipa. Di luar zona tersebut, PHR mendukung inisiatif pemanfaatan lahan bersama, dan berharap Komisi I dapat terus menyuarakan aspirasi masyarakat.