Pekanbaru – Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Budiman Lubis, bersama Komisi II DPRD Provinsi Riau mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak terkait persoalan dugaan penggunaan lahan negara oleh PT Hutahaean, di Ruang Rapat Komisi II DPRD Provinsi Riau, Senin (26/5/2025).
Rapat ini dipimpin Ketua Komisi II DPRD Provinsi Riau Adam Syafaat, serta dihadiri anggota Komisi II DPRD Provinsi Riau, yakni Monang Eliezer Pasaribu, M. Hasby Assodiqi, dan Siti Aisyah.
Hadir dalam rapat ini, Kabid BPN Provinsi Riau Iman S, Dinas Perkebunan (Disbun), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Biro Hukum, serta unsur pemerintah Kabupaten Rokan Hulu, termasuk Kepala Dinas Perkebunan Rohul, BPN Rohul, Kabag Hukum Rohul, dan kepala desa dari Desa Tingkok dan Lubuk Soting.
Dalam pembahasan, Adam Syafaat mengungkapkan bahwa PT Hutahaean diketahui memiliki kebun sawit yang berada dalam HGU (Hak Guna Usaha) yang berlaku hingga tahun 2028, dan juga kebun di luar HGU seluas lebih dari 800 hektare yang tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP). Meskipun telah beroperasi dan menghasilkan produksi selama 19 tahun, masyarakat sekitar tidak menerima manfaat apa pun dari kebun tersebut, meskipun ada perjanjian kerja sama yang sebelumnya telah dibuat dengan perusahaan.
Budiman Lubis menjelaskan bahwa perusahaan pernah membuat perjanjian kemitraan dalam skema Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) dengan masyarakat dari tiga desa di Kabupaten Rokan Hulu. Perjanjian tersebut mencakup pengelolaan lahan seluas 2.380 hektare dengan pembagian 65 persen (1.450 hektare) untuk masyarakat dan 35 persen (825 hektare) untuk perusahaan. Namun, realisasi atas hak masyarakat tidak pernah terlaksana karena lahan yang dijanjikan ternyata berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK).
Masyarakat telah berupaya melakukan mediasi dengan pihak perusahaan agar lahan dibagi sesuai perjanjian, namun hingga kini belum ada penyelesaian. Budiman menilai bahwa kondisi ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga negara, karena lahan negara dimanfaatkan tanpa kontribusi yang jelas terhadap pendapatan negara.
Komisi II DPRD Provinsi Riau menyatakan akan menindaklanjuti persoalan ini dan mendesak pemerintah untuk menuntut PT Hutahaean sesuai hukum yang berlaku. Selain itu, DPRD meminta pemerintah menyita lahan seluas 825 hektare yang telah digunakan tanpa izin, serta mengusut aliran dana hasil dari pengelolaan kawasan hutan tersebut, termasuk potensi pelanggaran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). DPRD juga menolak rencana perpanjangan HGU PT Hutahaean yang akan berakhir pada 31 Desember 2028.
Komisi II juga menyatakan akan melakukan audiensi dengan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan Kejaksaan Tinggi Riau terkait persoalan ini, serta meminta KUD Setia Baru segera menggelar Rapat Anggota Luar Biasa untuk menindaklanjuti permasalahan kemitraan tersebut secara hukum.